Jumat, 29 Oktober 2010

Ilmu Budaya Dasar Dan Kesusastraan


ILMU BUDAYA DASAR DALAM KESUSASTRAAN

Dalam sejarah kebudayaan Indonesia peran sastra lisan maupun tulis sangat menonjol dalam memperadabkan masyarakatnya. Warisan sastra semacam itu dapat dilihat dari tersimpannya ribuan karya-karya sastra tertulis di museum-museum daerah, seperti perpustakaan nasional, perpustakaan kraton Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, Cirebon, Melayu-Riau, Bali, dan daerah-daerah suku yang lain. Pada suku Sunda, misalnya, terdapat 80 sastra lontar yang baru sekitar 10 saja yang sudah diterjemahkan, belum terhitung khasanah sastra lisan berupa pantun Sunda dan wawacannya.

Sebenarnya Indonesia mempunyai banyak warisan sastra yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia mencintai sastra. Namun sangat di sayangkan rakyat Indonesia saat ini tidak peduli lagi oleh warisan sastra tersebut dan kurang meminati belajar lebih dalam tentang sastra, sehingga lambat laun sastra mulai kurang di minati oleh rakyat Indonesia.
Modernitas memang tak bisa dielakkan. Mau tak mau Indonesia harus berperadaban yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Indonesia harus berubah dari Indonesia pra-modern menjadi bangsa modern. Tetapi apakah perubahan? Perubahan adalah sesuatu menjadi sesuatu yang lain dari sesuatu itu sendiri. Indonesia menjadi Indonesia modern dari keindonesiaannya sendiri. Aku adalah dia sebagai aku.

ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PUISI
Puisi dipakai sebagai media sekaligus sumber belajar sesuai dengan tema-tema atau pokok bahasan yang terdapat di dalam buku Ilmu Budaya Dasar.
Puisi termasuk seni sastra, sedangkan sastra bagian dari kesenian, dan kesenian cabang/unsur dari kebudayaan. Maka puisi adalah ekspresi pengalaman jiwa penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa yang artistik/estetik, yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya.
Kepuitisan, keartistikan atau keestetikaan bahasa puisi disebabkan oleh kreativitas penyair dalam membangun puisinya dengan menggunakan :
1. Figura bahasa (figurative language)
2. Kata-kata yang ambiquitas
3. Kata-kata berjiwa
4. Kata-kata yang konotatif
5. Pengulangan
Dibalik kata-katanya yang padat, ekonomis dan sukar dicerna,puisi berisi potret kehidupan manusia. Puisi menyuguhkan suasana-suasana dan peristiwa-peristiwa kehidupan menusia dan kaitan kehidupannya dengan alam dan Tuhan. Dan puisi merupakan hasil penghayatan dan pengalaman penyair terhadap kehidupan manusia, terhadap alam dan Tuhan yang diekspresikannya melalui bahasa yang artistik.
Alasan-alasan yang mendasari penyajian puisi pada perkuliahan Ilmu Budaya Dasar adalah :
1. Hubungan puisi dengan pengalaman hidup manusia
2. Puisi dan keinsyafan/kesadaran individual
3. Puisi dan keinsyafan sosial
Puisi-puisi umumnya sarat akan nilai-nilai etika, estetika dan kemanusiaan. Salah satu nilai kemanusiaan yang banyak mewarnai puisi-puisi adalah cinta kasih. Misalnya :
1. Rendra dengan puisinya “Episode”, yang melukiskan betapa kemesraan cinta begitu merasuk kedalam jiwa dua sejoli muda-mudi yang sedang menjalin cinta.
2. “Padamu Jua”, mengungkapkan pandangan hidup ketuhanan dan ratapan Amir Hmzah yang hancur luluh karena tali cintanya yang telah begitu mesra dengan seorang gadis Jawa direnggut dan diputuskan oleh ayahnya, yang akan menjodohkan puteranya dengan gadis pilihan ayahnya yang masih terbilang kemenakannya sendiri.
Puisi merupakan sesuatu yang hidup dalam alam metafisis, suatu impian yang berkepribadian sehingga sukar dihayati isinya.
Contoh Prosa dan Puisi
Prosa “Menembus Waktu”,yang menggambarkan :
1. Manusia dan harapan
2. Manusia dan cinta kasih
3. Manusia dan keadilan
4. Manusia dan penderitaan
5. Manusia dan tanggung jawab
6. Manusia dan pandangan hidup
7. Manusia dan kegelisahan

Sastra Lisan
Sastra lisan berkembang di daerah perdesaan dalam bentuk cerita tutur. Fungsi jenis sastra ini adalah sebagai afirmasi sistem kepercayaan setiap suku di Indonesia. Kita menyebutnya sebagai mitos. Setiap sistem kepercayaan mana pun memiliki mitos-mitosnya sendiri. Inilah semacam “kita suci” mereka. Mitos-mitos asal-usul dunia (suku) dan manusia (suku) di berbagai daerah di Indonesia belum pernah kita kumpulkan.

Mitos asal-usul kejadian manusia dan semesta ini mengandung cara berpikir mendasar tentang keberadabaan, yakni sedikit banyak filosofis. Dan ternyata untuk setiap suku dapat berbeda-beda. Mitos Toar dan Lumimuut di Minahasa, Mitos Te’se di Riung, Manikmaya di Jawa, Sulanjana di Sunda, Tambo Minangkabau di Minang, Femuripits di Asmat, menunjukkan perbedaan filosofis tersebut. Lu,o,iit dan Te’se, misalnya, manusia pertama yang muncul di dunia ini adalah perempuan yang keluar dari keringat batu atau belahan batu, yang hamil dengan persetubuhan dengam alam, Lumimuut membongkok ke arah mata angin, Te’se serbuk bunga masuk ke kelaminnya waktu tidur. Keduanya melahirkan anak lelaki, yang kemudian akan mengawini ibunya itu, dan berkembang biaklah manusia (suku). Femuripits agak lain. Dia lelaki yang muncul begitu saja dari sebuah gunung di hulu sungai. Ia berlayar ke arah hilir dan disana membuat patung kayu sepasang, lalu ia menari mengelilinginya, dan patung-patung kayu itu menjadi manusia Asmat yang pertama. Di masyarakat Jawa dan Sunda agak mirip, yakni keberadabaan ini muncul dari kekosongan mutlak yang disebut auwung awang uwung.

Mitologi-mitologi ini (sastra) dijadikan pegangan utama dalam membentuk peradaban. Mitos-mitos ini semacam “kitab suci” suku yang membentuk nilai-nilai etik. Dan ternyata nilai etik yang satu berbeda bahkan bertentangan dengan yang lain. Di satu fihak perempuan menduduki tempat terhormat (lelaki di bawah perempuan), di fihak lain sebaliknya. Di satu fihak korban manusia penting bagi kesuburan tanaman (mitos Te’se di Riung), di fihak lain perkawinan merupakan syarat penting kesuburan tanaman (Jawa, Sunda). Terdapat dua motif utama keselamatan manusia, yakni perang (kematian) dan perkawinan (memihak kehidupan).
Sumber: http://tree-network.blogspot.com/2010/03/ilmu-budaya-dasar-dalam-kesusastraan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar